Whoaah… bicara soal mom selalu bikin gue terharu. Gue tuh tadinya mau bikin cerita yang temanya ‘mom’, terus survei bahan tulisan gitu, eh malah dapat beberapa cerita mengharukan seperti di bawah ini, cerita blum jadi dibikin, malah nangis dulu bentar, heuheu…. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat.
~ Taiwan (true story) ~
Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronik. Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi manager. Gaji-nya pun lumayan. Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be. Dirumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, memasak, mencuci dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan. ” jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya sedih sekali. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah, sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi .” Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap acuh. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian wartawan. Dan membawa kisah ini kedalam media cetak dan elektronik. Teman2 yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih ada waktu. Jangan sia-sia kan budi jasa ibu selama ini yang merawat dan membesarkan kita tanpa pamrih. kasih seorang ibu sungguh mulia.
~ Jepang (legenda) ~
Konon pada jaman dahulu, di Jepang ada semacam kebiasaan untuk membuang orang lanjut usia ke hutan. Mereka yang sudah lemah tak berdaya dibawa ke tengah hutan yang lebat, dan selanjutnya tidak diketahui lagi nasibnya. Alkisah ada seorang anak yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil. Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.
“Bu, kita! sudah sampai” kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak. Entah kenapa dia tega melakukannya. Si ibu , dengan tatapan penuh kasih berkata: ”Nak, Ibu sangat mengasihi dan mencintaimu. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan cinta itu tidak berkurang.
Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu jadikan petunjuk jalan”. Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia.
~ Jepang (true story) ~
Setelah peristiwa gempa besar yang terjadi di Jepang mereda, tim penyelamat mulai bekerja untuk membersihkan reruntuhan dan mencari apakah ada korban yang selamat dari musibah besar ini. Ketika mereka tiba di reruntuhan rumah, mereka melihat seorang wanita muda, mereka melihat sosok wanita ini melalui celah-celah reruntuhan. Tapi pose wanita muda ini sangat aneh, ia terlihat seperti sedang berlutut dan menyembah. Tubuhnya condong ke depan, dan dua tangannya seperti sedang memegang suatu benda. Sangat jelas terlihat bahwa reruntuhan rumah itu jatuh ke punggung dan kepalanya.
Ketika melihat hal tersebut, pemimpin tim penyelamat berusaha menyentuh tubuh wanita muda itu melalui celah sempit di dinding. Dia berharap bahwa wanita ini masih hidup. Namun, ketika tangannya menyentuh tubuh tersebut, tubuh itu dingin dan kaku menandakan bahwa wanita itu sudah meninggal dunia.
Akhirnya mereka meninggalkan rumah tersebut dan mencari reruntuhan lain untuk memastikan apakah masih ada yang selamat dari bencana. Tapi entah kenapa, sang pemimpin regu penyelamat tiba-tiba ingin kembali ke rumah tersebut. Sepertinya ada suatu kekuatan yang menariknya untuk kembali ke reruntuhan tadi. Sekali lagi, dia berlutut dan berusaha mencapai tubuh wanita tersebut untuk melihat apa yang ada di balik tubuh wanita tersebut. Tiba-tiba ia berteriak dengan amat gembira, “Ah! Ada seorang anak!”
Seketika itu juga seluruh tim bekerja sama, dengan sangat hati-hati mereka mengangkat satu-persatu tumpukan benda-benda yang ada di sekitar jasad wanita tersebut. Ternyata ada seorang anak kecil berusia sekitar 3 bulan dalam selimut bunga di bawah mayat wanita tersebut. Jelas, wanita itu sudah mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan anaknya. Ketika bangunan rumah mulai runtuh, ia menggunakan tubuhnya sebagai penutup untuk melindungi anaknya. Anak tersebut masih tidur pulas ketika pemimpin tim penyelamat mengangkatnya.
Dokter medis segera datang untuk memeriksa kondisi anak kecil tersebut. Setelah ia membuka selimut, ia melihat sebuah ponsel di dalam selimut. Ada pesan teks pada layar tersebut, “Jika Anda dapat bertahan hidup, Anda harus ingat bahwa aku mengasihi engkau.” Segera saja ponsel itu berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Setiap orang yang membaca pesan tersebut menangis. “Jika Anda dapat bertahan hidup, Anda harus ingat bahwa aku mencintaimu.” Itu adalah pesan terakhir sang ibu untuk anaknya.
~ Amerika (true story) ~
Susan Dibene akhirnya menghembuskan nafas terkhirnya. Ia berkorban untuk anaknya agar selamat dari sambaran kereta api yang melintas.
Kejadian ini bermula saat kereta dorong yang mengangkut bayi Susan (yang baru berusia dua tahun) tersangkut di rel kereta. Di saat-saat terakhir, Susan berhasil melepaskan kereta dorong yang tersangkut dan mendorong kereta itu keluar rel. Naas, Susan tidak memiliki cukup waktu untuk menyelamatkan diri dan akhirnya ditabrak oleh kereta commuter Metrolink yang melintas.
Polisi mengatakan, Susan terburu-buru melintasi rel kereta api meski palang pintu kereta telah turun. “Dia tidak berhasil (menyelamatkan diri),” ujar pihak kepolisian Riverside, Sersan Dan Warren. “Bayinya baik-baik saja, tetapi ia (Susan Dibene) tertabrak.” Sersan Kendall Bank menambahkan, Susan tetap melintasi rel meski palang pintu telah turun dan lampu menyala. “Kereta dorong terjebak dan dia tidak berhasil (meloloskan diri),” kata Bank.
Suami Susan, Paul mengungkapkan, emosinya bercampur aduk. Di satu sisi, ia kehilangan ibu dari anaknya. Di sisi lain, istrinya telah mengorbankan nyawanya. “Dia memberikan hidupnya untuk menyelamatkan anaknya. Kepanikan dan ketakutan bisa membuat Anda terdiam. Kecelakaan itu bisa saja merenggut keduanya,” ujar Paul. Pasca kecelakaan, bayi berusia dua tahun tersebut dirawat di rumah sakit setempat dan diasuh sang nenek. Sementara itu polisi dan pejabat kereta api terus menyelidiki kecelakaan tersebut.
~ Oklahoma (true story) ~
Ibu mana yang tidak sayang pada buah hatinya? seorang ibu bernama Stacie Crimm rela memilih dirinya tidak menjalani kemoterapi agar bisa menyelamatkan bayinya, namun sayangnya dia meninggal 3 hari setelah memeluk bayinya. berikut kisah lengkapnya via detikhealth.
Selama bertahun-tahun Stacie Crimm mengira dirinya tidak subur karena sulit punya anak. Hingga akhirnya ia bisa hamil saat berusia 41 tahun. Namun selama hamil ia terkena kanker kepala dan leher stadium lanjut. Demi menyelamatkan nyawa sang bayi yang sangat diinginkannya Stacie menolak kemoterapi. Stacie tak ingin efek negatif kemoterapi berimbas ke bayi yang dikandungnya. Tapi akibat menolak kemoterapi, tubuhnya menjadi sangat lemah selama masa kehamilan.
Stacie merasakan ada kondisi yang serius di tubuhnya setelah beberapa minggu kehamilannya. Ia mulai merasakan kekhawatiran serius karena sering mengalami sakit kepala parah, penglihatan ganda dan juga tremor yang melanda setiap inci tubuhnya.
Akhirnya pada bulan Juli ia memeriksakan diri ke dokter dan hasil CT scan menunjukkan ia menderita kanker kepala dan leher stadium lanjut. Saat itu ia harus memutuskan untuk memilih antara hidupnya atau bayi yang dikandungnya. Dan ia menolak melakukan perawatan kemoterapi agar bayinya tetap hidup.
“Ia mulai menceritakan kekhawatirannya pada saya, ia bilang khawatir tentang bayi ini, tapi berharap bisa hidup cukup lama untuk memiliki bayi ini. Jika terjadi sesuatu padanya maka rawatlah anak ini,” ujar Ray Phillips, kakak Stacie seperti dikutip dari Dailymail.
Sebulan setelah didiagnosa kanker, pada 16 Agustus 2011, Stacie ambruk dan langsung dibawa ke OU Medical Center di Oklahoma City. Dokter mengatakan tumor telah membungkus sekitar batang otaknya. Dua hari kemudian detak jantung bayi yang dikandungnya mulai menurun dan jantung Stacie berhenti berdetak.
Dokter dan para perawat memutuskan untuk melakukan operasi caesar agar bisa menyelamatkan nyawa sang bayi. Stacie mampu bertahan 5 bulan sejak dinyatakan kanker sebelum akhirnya dipaksa untuk melahirkan bayinya secara prematur melalui caesar. Bayi itu diberi nama Dottie Mae yang memiliki berat 0,93 Kg.
Bayi Dottie Mae akhirnya selamat dilahirkan dengan berat badan lebih rendah dibandingkan rata-rata berat bayi lainnya sehingga harus ditempatkan ke ruang khusus perawatan intensif neonatal. Sedangkan Stacie yang kondisinya makin melemah harus dibawa ke ruang perawatan intensif lainnya.
“Suster mengatakan bahwa Stacie sedang sekarat, napasnya terengah-engah dan tubuhnya sedang melawan kematian,” ungkap Ray.
Stacie harus berjuang agar bisa tetap hidup dengan bantuan ventilator dan obat penenang selama beberapa hari. Saat itu masih ada harapan baginya untuk hidup. Namun kanker yang diderita telah membuat salah satu matanya makin sulit melihat dan menghancurkan otot.
Kanker itu juga telah melumpuhkan tenggorokannya sehingga jika ia berbicara, kata-katanya tidak bisa dimengerti. Tumornya juga telah menyebar ke otak yang membuat ia sering tidak sadar dan bahkan tidak mampu menandatangani akte kelahiran Dottie Mae.
Saat itu Stacie sangat lemah untuk bisa menemui bayinya di ruang perawatan khusus. Dan sang bayi pun terlalu lemah untuk dibawa ke ruang perawatan ibunya karena masih menggunakan alat-alat perawatan neonatal. Kedua kondisi ini tidak memungkinkan bagi keduanya untuk bertemu.
“Saya merasa tidak berdaya, saya ingin sekali membantunya dan melakukan apapun agar ia bisa bertemu dengan bayinya. Tapi mereka mengatakan tidak mungkin baginya untuk melihat sang buah hatinya,” ujar Ray.
Pada 8 September 2011, jantung Stacie berhenti bernapas tapi ia berhasil hidup kembali. Staf rumah sakit mengatakan pada keluarga bahwa ia sudah sangat dekat dengan kematian. Tapi Stacie belum sekalipun menatap mata biru bayi kecilnya dan mencium bayi yang berhasil diselamatkannya.
Hingga akhirnya perawat Agi Beo meminta tim medical centre’s neonatal transport untuk menggunakan perawatan bayi yang bisa dipindahkan agar bisa mendekatkan bayi Dottie ke ibunya. Kereta perawatan bayi Dottie kemudian dibawa ke ruangan ibunya dengan begitu jika dikeluarkan sebentar bayi Dottie bisa langsung dikembalikan ke kotak bayinya.
Ketika bayi Dottie didekatkan, mata Stacie terbuka dan ia mulai melihat sekitarnya untuk menemukan sang buah hati. Para perawat dengan segera meletakkan bayi Dottie di dada kanan ibunya. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa menit.
“Tidak ada yang mengatakan apa-apa pada saat itu. Saya bilang pada adikku bahwa ia telah melakukan suatu hal yang indah dan ini adalah momen yang sempurna,” ungkap Ray.
Setelah melihat dan menggendong bayinya, 3 hari kemudian Stacie meninggal dunia karena kondisinya memburuk. Saat ini bayi Dottie tinggal dengan Ray bersama istrinya Jennifer dan keempat anaknya di Oklahoma City.
Sungguh Kisah ini sangat menyentuh hati, betapa besar pengorbanan seorang ibu bagi anaknya, demi anaknya ibu ini rela meski harus kehilangan nyawanya.
~Singapore : kisah ini dimuat di sebuah surat kabar di singapore, sebuah feature, dalam rangka memperingati hari ibu, bahan perenungan yang baik untuk kita semua, judulnya : Aku Benci Ibuku. ~
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar malu.
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF.”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya. Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas. Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu. Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu. Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan. Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu. Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya. Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas. Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu. Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu. Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan. Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu. Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri….
Ada seorang wanita yang hidup sendirian karena suaminya sudah meninggal. Wanita itu lalu hidup bersama anak laki-lakinya dan menantunya serta gadis kecil mereka.
Setiap hari, penglihatan wanita itu semakin buram dan pendengarannya semakin buruk. Terkadang saat makan malam, tangan wanita itu gemetar sehingga menjatuhkan sendok yang dipegangnya dan menumpahkan sup sehingga mengotori meja makan. Anak laki2nya dan isterinya sangat marah dan kesal dengan hal itu.
Suatu hari, saat wanita itu menumpahkan segelas susu, anak laki2nya dan isterinya tidak bisa menahan kesabaran mereka lagi. Mereka lalu menyediakan satu set meja dan kursi di pojok ruangan dan menyuruh ibu mereka untuk makan di sana. Wanita tua itu lalu duduk sendirian di sana, melihat ke arah anak dan menantunya yang berada di seberang ruangan dengan perasaan sedih sambil menangis. Anak dan menantunya terkadang menyapa ibu mereka saat mereka makan, tapi lebih banyak mendiamkannya.
Suatu sore, sesaat sebelum makan malam, cucu si wanita tua nampak sibuk bermain di lantai dan membuat sesuatu dengan balok-balok kayu mainannya. Ayahnya bertanya apa yang sedang ia buat. “Aku membuat sebuah meja kecil untuk ayah dan ibu,” gadis kecil itu tersenyum, “jadi ayah dapat makan di meja ini sendirian di pojok ruangan itu saat aku besar nanti.”
Ayah dan ibu gadis kecil itu seketika saling pandang dan tiba2 mereka menangis. Malam itu mereka akhirnya meminta ibu mereka untuk makan malam lagi bersama mereka di ruang makan utama. Mereka tak pernah merasa terganggu lagi dengan keberadaan ibu mereka.
0 komentar:
Posting Komentar